"Ingin mengenal dunia? Baca! Ingin dikenal dunia? Nulis!"

"Welcome to Dunia Zulfhania".

Monday, November 12, 2012

Beautiful Mistake (#3)


"Beda bukan berarti tak dapat menyatu."


Bisakah masjid dan gereja bersatu? Bisakah tasbih dan kalung saling menyatu? Bisakah orang yang menengadahkan tangan dan melipat tangan menjadi satu?


"Berilah petunjuk bagi hamba-Mu, Ya Allah." Shei menengadahkan tangannya di depan dada seraya kepalanya mendongak menatap langit-langit atap masjid sekolahnya berharap disana Tuhannya sedang melihat dan mendengarkannya berdoa.


"Rabbanaa 'atinaa fiddunyaa hasanah wa fil aakhirati hasanah wa qinaa adzaabannaar. Amin ya rabbal 'aalamiin."


Shei yakin, Tuhannya mendengarkan doanya. Shei yakin, Tuhannya akan memberikan jawaban yang terbaik untuknya.


Shei melipat mukenanya dan meletakkan kembali pada tempatnya. Setelah merapikan rambutnya melalui cermin, ia turun menuju lantai bawah. Dan seperti biasa, ia sudah mendapati Glenn berdiri di bawah pohon jambu. Dan Glenn tersenyum begitu mereka bertemu pandang. Senyuman yang selalu dirindukan oleh Shei.


* * *



"Glenn, apa menurutmu hubungan kita terlalu serius untuk ukuran anak kelas 3 SMA?" Shei memberanikan diri untuk bertanya tentang hubungannya pada Glenn.


Glenn yang sedang mendengarkan musik 'shuffle dance' di ponselnya mendadak mematikan musiknya. Ia menoleh dan memandang Shei dengan pandangan bertanya. "Menurutmu bagaimana?"


"Bukankah aku yang lebih dahulu bertanya?" Shei memajukan bibirnya.


Glenn tertawa renyah. "Menurutku, iya. Tapi bukankah itu bagus?" Glenn balik bertanya.


"Apa kamu tidak mempermasalahkan tentang perbedaan kita?"


Tawa Glenn terhenti. Ia membisu.


"Apa kamu tidak memikirkan perbedaan kita? Tentang jalan kita yang berbeda? Tentang Tuhan kita?"


Glenn mendesah panjang. "Bukankah kita pernah mengungkit masalah ini sebelum kita bersama? Bukankah kamu yang mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja?"


Shei terdiam. Dalam hati ia membenarkan perkataan Glenn. Dulu, memang Shei yang berkata bahwa hubungan ini akan baik-baik saja. Tapi ini semua sebelum ia mengetahui bahwa orang-orang di sekitarnya bersikap kontra terhadap hubungan mereka, yang hanya karena masalah perbedaan agama.


"Sekarang aku tanya sama kamu, Shei. Apa kamu cinta sama aku?" tanya Glenn.


Shei merasa matanya panas dan mulai berair. Ia merasakan betapa beratnya mencintai seseorang yang berbeda dengannya. Ia merasakan betapa semua beban ditanggungnya semenjak ia memutuskan untuk bersama dengan seseorang itu. Ia benar-benar merasakannya.


"Apa kamu sayang sama aku, Shei?" Glenn kembali bertanya.


Shei mengangguk, diiringi jatuhnya sebutir airmata dari pelupuk matanya. "Tentu. Aku sangat menyayangimu."


"Apa kamu akan meninggalkanku hanya karena sikap mereka yang kontra terhadap hubungan kita?"


Kali ini Shei menggeleng.


"Lalu apa yang kamu permasalahkan?" tanya Glenn melembut.


"Aku hanya takut dengan Tuhanku." Shei berkata lirih. "Aku takut Tuhanku akan marah padaku. Aku takut Tuhanku akan membenciku. Aku takut Tuhanku tidak ingin lagi menerima doaku. Aku takut aku salah kepada Tuhanku hanya karena hubungan kita ini." bisiknya dengan suara parau.


Ada beberapa menit kekosongan yang terjadi di antara mereka berdua. Glenn tak langsung menyahut. Ia berpikir. Ia memikirkan hal yang sama. Apakah Tuhannya akan marah padanya bila ia menjalani hubungan dengan orang yang jelas berbeda dengannya?


Glenn maju selangkah. Ia memandangi Shei yang duduk di hadapannya. Ia memandangi Shei yang sedang menyeka airmatanya. Ia memandangi Shei hingga ia tak tahu apa yang harus dilakukannya kepada gadis ini agar tidak lagi memikirkan tentang hal itu semua.


"Aku juga merasakan hal yang sama, Shei." ucap Glenn kemudian. "Aku juga takut kepada Tuhanku. Tapi aku juga takut kehilanganmu. Kamu benar-benar telah menjadi bagian hidupku. Cuma nama kamu yang selalu aku sebut dalam setiap doaku."


Semilir angin sore berhembus menampar mereka berdua. Dingin dan begitu sakit. Gelap mulai menyelimuti lingkungan sekolah. Mereka sadari, mendung telah datang.


"Kita memang berbeda, Shei. Tapi percayalah, kita bisa bersatu. Kita bisa saling melengkapi satu sama lain. Aku mencintaimu, dan kamu mencintaiku, lalu apa yang harus diperdebatkan?" kata Glenn. "Anggap saja kita berdua ini tuli. Anggap saja kita berdua tidak peduli dengan sikap mereka yang kontra terhadap hubungan kita. Biarlah kita tetap menjadi kita. Beda bukan berarti tak dapat menyatu, Shei. Biarkan hal ini menjadi dosa terindah yang kita berdua miliki."


Dosa terindah? Shei bertanya dalam hati. Beda bukan berarti tak dapat menyatu.


Shei mengangguk pelan. Ia memandangi wajah Glenn. Wajah yang selalu ia rindukan. Kemudian Shei tersenyum padanya. "Aku yakin Tuhanku dan Tuhanmu akan mengerti tentang hubungan ini." ucap Shei lirih.


Glenn ikut tersenyum. "Tuhanku dan Tuhanmu pasti akan memaafkan dosa terindah kita ini."


"Amin. Semoga saja." sahut Shei lirih.


Dan hujan pun turun.


Glenn duduk di sebelah Shei. Seperti biasa, ada jarak di antara mereka. Dan mereka membiarkan tetesan air hujan mengisi jarak yang sengaja mereka ciptakan. Raga mereka memang diberi jarak dan terasa jauh, namun hati mereka terasa sangat dekat.


Biarkan mereka menikmati hubungan ini. Biarkan mereka bersatu dalam jalan yang berbeda. Biarkan mereka tetap menjadi mereka. Biarkan tasbih dan kalung salib bersatu. Dan biarkan mereka menikmati dosa terindah dalam hidupnya.


* * *

No comments:

Post a Comment